kuasai laut kita

kuasai laut kita

Jumat, 19 Februari 2010

jalan cari

Ingat Allah Rabb Semesta Alam,
Ingat maut,
Ingat Akhirat, tempat kembali semua manusia.

Perbaiki dirimu segera.

Bulan Juni 08 ; Depkeu, Div. Kekayaan negara,
Feb 09; Balai Sungai Besar Gorontalo,
Agustus 09; Semen Tonasa,
Sep 09; DKP,
Sep 09; Pemkot Makassar,
Sep 09; BPK,


inrv;
ouner Bumi sarana utama; 19 Feb '10
Indolok Gunnebo; jan.18 '10

Selasa, 09 Februari 2010

Ta'lim selasa 090210 Mesjid Galangan Kapal

Dalam Surah An.Nas Al-Qur'an, disebutkan awal penciptaan manusia, proses, dan keadaan akhir manusia,Allah ciptakan bapak manusia dari tanah, kemudian berketurunan melalui mani yang tercampur, berproses hidup sampai dewasa dan dikaruniai dengan fasilitas hidup segalanya, disebutkan yg utama yaitu pendengaran dan penglihatan, kemudian dihamparkan pada manusia 2 jalan kebaikan dan keburukan (beriman atau kafir) ditegakkan hujjah atas manusia, kemudian manusia sendiri yang akan memilih jalan mana yang akan ditempuh, apakah bersyukur atas nikmat Allah/ ingat asal penciptaannya; atau apakah manusia lupa asal penciptaannya dan ingkar nikmat lagi angkuh dan sombong;penciptaan manusia dengan segala nikmat karunia hidup yang diterimanya, disebutkan dalam surah Al.Insaan, adalah bertujuan untuk membalanya, untuk mengujinya?--

disebutkan maka manusia terbagi 2 golongan, yaitu 1 golongan yang beriman dan bersyukur yang kemudian mendapatkan surga kenikmatan di negeri akhirat; dan 1 golongan yang ingkar nikmat lagi kafir maka padanya diberi ganjaran hukuman neraka yang sangat pedih siksaannya,...

wallahua'lam

(dari ta'lim oleh Ust.Khaedir Mesjid Galangan kapal MKS 090210)

kehidupan

aku mita pada Allah setangkai bunga segar, Ia beri aku kaktus berduri. aku minta pada Allah binatang mungil nan cantik, Ia beri aku ulat berbulu, aku sedih..
protes dan kecewa...
betapa tidak adilnya ini...
namun kemudian ....
kaktus itu berbunga, indah bahkan sangat indah; dan ulat itupun tumbuh dan berubah menjadi kupu-kupu yang sangat cantik.
Itulah jalan Allah, indah pada waktunya!
Allah tidak memberi apa yang kita harapkan, tapi Ia memberi apa yang kita perlukan,
Kadang kita sedih, kecewa dan terluka, tapi jauh diatas segalanya, Ia sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita.
Allahu akbar,
Semoga kita termasuk dalam golongan orang-orang yang pandai bersyukur atas karunia nikmat Allah,
Amin.
Subhanallah.

Minggu, 07 Februari 2010

mengenal para Imam Ahlussunnah Ashabul Hadits

Mengenal Para Imam Ahlussunnah Ashabul Hadits (1)

Sesungguhnya tidak ada keselamatan kecuali dengan mengikuti Kitab dan Sunnah dengan pemahaman salaful ummah. Tapi kita tidak mungkin mendengar sunnah dan pemahaman mereka kecuali dengan melalui sanad (rantai para rawi). Dan sanad termasuk dalam Dien. Maka lihatlah dari siapa kalian mengambil Dien kalian. Sedangkan yang paling mengerti tentang sanad adalah Ahlul Hadits. Maka dalam tulisan ini kita akan lihat betapa tingginya kedudukan mereka

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيْثًا فَبَلَّغَهُ ﴿رواه أحمد وأبو داود والترمذي وغيرهم وصححه الألباني﴾

"Allah membuat cerah (muka) seorang yang mendengarkan (hadits) dari kami, kemudian menyampaikannya." (Hadits Shahih, HR. Ahmad, Abu Dawud)

Syaikh Rabi' bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah berkata: "Hadits ini adalah SHAHIH, diriwayatkan oleh: Imam Ahmad dalam Musnad 5/183, Imam Abu Dawud dalam As-Sunan 3/322, Imam Tirmidzi dalam As-Sunan 5/33, Imam Ibnu Majah dalam As-Sunan 1/84, Imam Ad-Darimi dalam As-Sunan 1/86, Imam Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunan 1/45, Ibnu Abdil Barr dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlihi 1/38-39, lihat As-Shahihah oleh Al-'Allamah Al-Albani (404) yang diriwayatkan dari banyak jalan sampai kepada Zaid bin Tsabit, Jubair bin Muth'im, dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum."

Hadits ini dinukil oleh beliau (Syaikh Rabi') dalam kitab kecil yang berjudul Makanatu Ahlil Hadits (Kedudukan Ahlul Hadits), yaitu ketika menukil ucapan Imam besar Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi (wafat 463 H) dari kitabnya Syarafu Ashabil Hadits yang artinya "Kemuliaan Ashabul Hadits." Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan kemuliaan dan ketinggian derajat Ahlul Hadits. Demikian pula beliau juga menjelaskan jasa-jasa mereka dan usaha mereka dalam membela Dien ini, serta menjaganya dari berbagai macam bid'ah. Di antara pujian beliau kepada mereka, beliau mengatakan: "Sungguh Allah telah menjadikan golongannya (Ahlul Hadits) sebagai tonggak syari'at. Melalui usaha mereka, Dia (Allah) menghancurkan setiap keburukan bid'ah. Merekalah kepercayaan Allah di antara makhluk-makhluk-Nya, sebagai perantara antara Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan umatnya. Dan merekalah yang bersungguh-sungguh dalam menjaga millah (Dien)-Nya. Cahaya mereka terang, keutamaan mereka merata, tanda-tanda mereka jelas, madzhab mereka unggul, hujjah mereka tegas...."

Setelah mengutip hadits di atas, Al-Khatib rahimahullah menukil ucapan Sufyan bin Uyainah rahimahullah dengan sanadnya bahwa dia mengatakan: "Tidak seorangpun mencari hadits (mempelajari hadits) kecuali pada mukanya ada kecerahan karena ucapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam: (kemudian menyebutkan hadits di atas). Kemudian, setelah meriwayatkan hadits-hadits tentang wasiat Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memuliakan Ashabul Hadits, beliau meriwayatkan hadits berikut:

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ ﴿رواه مسلم وأحمد والترمذي وابن ماجه والدارمي﴾

"Islam dimulai dengan keasingan dan akan kembali asing, maka berbahagialah orang-orang yang (dianggap) asing." (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 1/130, Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/398, Imam Tirmidzi dalam Sunannya 5/19, Imam Ibnu Majah dalam Sunnahnya 2/1319, dan Imam Ad-Darimi dalam Sunannya 2/402."

Setelah meriwayatkan hadits ini, Al-Khatib menukil ucapan Abdan rahimahullah dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu: "Mereka adalah Ashabul Hadits yang pertama." Kemudian meriwayatkan hadits:

"Umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh sekian firqah, semuanya dalam neraka kecuali satu."

Syaikh Rabi' berkata: "Hadits SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 2/332. Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/197, dan Hakim dalam Mustadrak 1/128. Lihat Ash-Shahihah oleh Syaikh kita, Al-'Allamah Al-Albani (203)."

Beliau (Al-Khatib) kemudian mengucapkan dengan sanadnya sampai ke Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah bahwa dia berkata: "Tentang golongan yang selamat, kalau mereka bukan Ahlul Hadits, saya tidak tahu siapa mereka." (Hal 13, Syarafu Ashhabil Hadits oleh Al-Khatib). Kemudian Syaikh Al-Khatib menyebutkan hadits tentang thaifah yang selalu tegak dengan kebenaran:

"Akan tetap ada sekelompok dari umatku di atas kebenaran. Tidak merugikan mereka orang-orang yang mengacuhkan (membiarkan, tidak menolong) mereka sampai datangnya hari kiamat." (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Syaikh Rabi' berkata: "Hadits ini SHAHIH, diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya 3/1523, Imam Ahmad dalam Musnad 5/278-279, Imam Abu Dawud dalam Sunan 4/420, Imam Ibnu Majah dalam Sunan 1/4-5, Hakim dalam Mustadrak 4/449-450, Thabrani dalam Mu'jamul Kabir 7643, dan At-Thayalisi dalam Musnad hal. 94 No. 689. Lihat As-Shahihah oleh Al-'Allamah Al-Albani 270-1955."

Kemudian berkata (Al-Khatib Al-Baghdadi): Yazid bin Harun berkata: "Kalau mereka bukan Ashabul Hadits, aku tidak tahu siapa mereka." Setelah itu, beliau meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Mubarak, dia berkata: "Mereka, menurutku, adalah Ashabul Hadits." Kemudian meriwayatkan juga dengan sanadnya dari Imam Ahmad bin Sinan dan Ali Ibnul Madini bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya mereka adalah Ashabul Hadits, ahli Ilmu, dan Atsar." (Hal. 14-15)

Demikianlah, para ulama mengatakan bahwa Firqah Najiyah (golongan yang selamat) yaitu golongan yang selalu tegak dengan kebenaran dan selalu ditolong (Thaifah Manshurah), yaitu orang-orang yang asing (Ghuraba') di tengah-tengah kaum muslimin yang sudah tercemar dengan berbagai macam bid'ah dan penyelewengan dari manhaj As-Sunnah adalah Ashabul Hadits.



Siapakah Ashabul Hadits?

Hadits yang pertama yang kita sebut menunjukkan ciri khas Ashabul Hadits, yaitu mendengarkan hadits dan menyampaikannya. Dengan demikian, mereka bisa kita katakan sebagai para ulama yang mempelajari hadits, memahami sanad, meneliti mana yang shahih mana yang dhaif, kemudian mengamalkannya dan menyampaikannya. Merekalah pembela-pembela As-Sunnah, pemelihara Dien dan pewaris Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah tidak mewariskan dirham atau dinar, tetapi mewariskan ilmu yang kemudian dibawa oleh Ahlul Hadits ini. Seorang Ahli Fiqih tanpa ilmu hadits adalah Aqlani (rasionalis) dan Ahli Tafsir tanpa ilmu hadits adalah Ahli Takwil.

Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (wafat 276 H) berkata: "... Adapun Ashabul Hadits, sesungguhnya mereka mencari kebenaran dari sisi yang benar dan mengikutinya dari tempatnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengikuti sunnah Rasul-Nya serta mencari jejak-jejak dan berita-beritanya (Hadits, red.), baik itu di darat dan di laut, di Timur maupun di Barat. Salah seorang dari mereka (bahkan) mengadakan perjalanan jauh dengan berjalan kaki hanya untuk mencari satu berita atau satu hadits, agar dia mengambilnya langsung dari penukilnya (secara dialog langsung). Mereka terus menyaring dan membahas berita-berita (riwayat-riwayat) tersebut sampai mereka memahami mana yang shahih dan mana yang lemah, yang nasikh dan yang mansukh, dan mengetahui siapa-siapa dari kalangan fuqaha yang menyelisihi berita-berita tersebut dengan pendapatnya (ra'yunya), lalu memperingatkan mereka. Dengan demikian, Al-Haq yang tadinya redup menjadi bercahaya, yang tadinya bercerai-berai menjadi terkumpul. Demikian pula, orang-orang yang tadinya menjauh dari sunnah menjadi terikat dengannya, yang tadinya lalai menjadi ingat padanya, dan yang dulunya berhukum dengan ucapan fulan bin fulan menjadi berhukum dengan ucapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam." (Ta'wil Mukhtalafil Hadits dalam Muqaddimah)

Imam Abu Hatim Muhammad Ibnu Hibban bin Muadz bin Ma'bad bin Said At-Tamimi (wafat 354 H) berkata: "...Kemudian Allah memilih sekelompok manusia dari kalangan pengikut jalan yang baik dalam mengikuti sunnah dan atsar untuk memberi petunjuk kepada mereka agar selalu taat kepada-Nya. Allah indahkan hati-hati mereka dengan keimanan, dan memberikan pada lisan-lisan mereka Al-Bayan (keterangan), yaitu mereka yang menyingkap rambu-rambu Dien-Nya, mengikuti sunnah-sunnah nabi-Nya dengan menelusuri jalan-jalan yang panjang, meninggalkan keluarga dan negerinya, untuk mengumpulkan sunnah-sunnah dan menolak hawa nafsu (bid'ah). Mereka memperdalam sunnah dengan menjauhi ra'yu ..." Pada akhirnya, beliau mengatakan: "Hingga Allah memelihara Dien ini lewat mereka untuk kaum muslimin dan melindunginya dari rongrongan para pencela. Allah menjadikan mereka sebagai imam-imam (panutan-panutan) yang mendapatkan petunjuk di saat terjadi perselisihan dan menjadikan mereka sebagai pelita malam di kala terjadi fitnah. Maka merekalah pewaris-pewaris para nabi dan orang-orang pilihan..." (Al-Ihsan 1/20-23)

Imam Abu Muhammad Al-Hasan Ibnu Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramhurmuzi (wafat 360 H) berkata: "Allah telah memuliakan hadits dan memuliakan golongannya (Ahlul Hadits). Allah juga meninggikan kedudukannya dan hukumnya di atas seluruh aliran. Didahulukannya ia (hadits) di atas semua ilmu serta diangkatnya nama-nama para pembawanya yang memperhatikannya. Maka jadilah mereka (Ahlul Hadits) inti agama dan tempat bercahayanya hujjah. Bagaimana mereka tidak mendapatkan keutamaan dan tidak berhak mendapatkan kedudukan tinggi, sedangkan mereka adalah penjaga-penjaga Dien ini atas umatnya..." (Al-Muhadditsul Fashil 1-4)
--------------------

Untuk membalas pesan ini, ikuti tautan di bawah ini:

"http://www.facebook.com/l/2a93c;Darussalaf.or.id ( Kajian Islam Online http://www.facebook.com/l/2a...
...

deng rusle

Inilah kisah tentang anak-anak yang bukan untuk dibaca oleh anak-anak. Bayangkan kanak-kanak dengan seragam merah putih di sekolah negeri yang sering tidak terjamah subsidi. Murid-murid belia yang sering melihat kawan mereka bergelimang fasilitas di sekolah swasta. Tetapi mereka tetaplah kanak-kanak, tanpa iri dengki mereka terus belajar tanpa perlu memaki. Selama puluhan tahun di sekolah dasar negeri yang sering tidak tersentuh subsidi itu segala sesuatunya berjalan dengan normal terkendali. Normal artinya, murid ikhlas belajar dengan fasilitas seadanya, tidak terganggu dengan profesi paruh waktu para guru, penuh gembira pada saat upacara bendera dan yang terpenting, mereka sadar diri untuk tidak menggantungkan cita-cita terlalu tinggi. Yang penting mereka tidak buta huruf dan angka, kecuali beberapa terjebak dalam buta warna yang tiada obatnya. Inilah sekolah dasar yang ideal yang kemajuannya tidak perlu menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi.

Tetapi semenjak televisi menggantikan alunan ayat suci, pelan-pelan berubah pula peradaban adiluhung anak-anak. Ayat suci menceritakan teladan kebaikan, mereka perlu berpikir untuk membayangkannya. Di televisi, mimpi-mimpi mereka hadir sebagai realita yang langsung ditangkap indera mata. Waktu berganti dengan cepat, pahlawan kartun berganti sinetron, sinetron berganti band-band yang tidak pernah menelurkan album kecuali single yang lebih mirip jingle. Mereka sekarang berbangga hati, dalam usia dini mereka telah mengerti arti partisipasi. Bila kau rajin mengikuti berita televisi nilainya melebihi partisipasi politik pemilihan ketua kelas. Begitulah, pelan tetapi pasti, televisi membimbing mereka untuk menentukan cita-cita, kelak bila mereka besar nanti. Menimbulkan kegaduhan itu pasti, tetapi mereka masih kanak-kanak, harap dimaklumi. Toh, orang dewasa juga terus menerus minta dimaklumi.

Sebagian anak berkeliaran di jalan raya. Berkejaran, bernyanyi dan tertawa terbahak-bahak. Nasihat guru tentang tertib di jalan raya mereka tertawakan. Kata mereka, “kami ingin jadi polisi, tidak mau jadi orang biasa. Sebab hanya polisi yang berani melanggar aturan tanpa perlu khawatir ada yang akan menangkapnya”. Guru hanya geleng-geleng kepala. Akibatnya mereka sering terlambat tiba di sekolah. Pada saat disetrap di ruang guru mereka nyengir, “kami tidak terlambat, hanya telat mengabarkan. Kami sudah kirim pesan pendek kepada wakil kepala sekolah”. Guru bertanya, “mau jadi apa kalian ini?”, serempak mereka menjawab, “Menteri Keuangan, pastinya!”. Anak-anak ini jadinya jarang mengikuti upacara bendera sehingga guru kesal bukan kepalang lantas kembali menyidang mereka. Guru menasihati mereka, “upacara ini penting untuk menanamkan semangat kebangsaan dan kecintaan kalian kepada Negara. Kalau kalian tidak pernah ikut upacara bendera, jangan harap kalian bisa memimpin negara ini nanti!”. Dengan kalemnya seorang murid menjawab, “kami tengah berlatih untuk jadi pejabat negara. Membiasakan diri kami sibuk sehingga pada saat sidang lupa untuk menyanyikan Indonesia Raya”. Begitulah, kanak-kanak ini semakin pintar menjawab. Lagaknya pun dibikin-bikin sebagaimana cita-cita yang mereka inginkan. Beberapa murid mulai malas belajar membaca, saat guru menuliskan sebuah kalimat di papan tulis, gugup mereka mengejanya. Guru marah-marah, “mau jadi apa kalian, membaca saja tidak lancar??”. Tenang mereka menjawab, “Jadi ketua MPR, Guru”. Kemarahan guru semakin menjadi-jadi, suaranya meninggi, hening tetapi tidak lama satu orang murid balas memakinya, murid lain mengikutinya hingga kelas penuh suara makian. Guru menangis sambil berseru, “Saya bersumpah, kalian pasti tidak akan menjadi apa-apa”. Murid semakin tenang menjawab, “Sumpah Bu Guru, Kami pasti jadi anggota DPR kelak”.

Guru matematika berusaha mengatasi keadaan. Dia senang bercerita untuk menyampaikan persoalan perhitungan. Dia menunjuk seorang murid bernama Robi. Robi, cerita pak guru, sedang bersusah hati sebabnya dia tidak punya uang untuk membayar uang sekolah 300 ribu rupiah, buku-buku pelajaran 200 ribu rupiah dan seragam sekolah 100 ribu rupiah. Budi, murid lainnya adalah seorang pramuka sejati yang selalu berpedoman pada Dasa Dharma Pramuka. Kebetulan orang tuanya sangat berada sehingga uang tidak pernah jadi masalah. Karena Budi rajin menabung dan suka menolong sesama maka dia berniat membantu Robi. Pertanyaannya berapa duit yang harus dikeluarkan oleh Budi agar Robi bisa membayar uang sekolah, melengkapi buku dan membeli seragam sekolah? Kelas hening sementara, tidak lama serempak murid menjawab, “6 JUTA Rupiah, Pak Guru”. Guru tidak percaya mendengar jawaban muridnya, “kalian yakin?”. Tentu saja, jawab murid-murid dengan wajah riang tidak berdosa. Guru menuliskan perhitungan di papan tulis, lalu menunjukkan hasilnya, “kalian lihat sendiri, hasilnya 600 ribu rupiah. Kenapa hitungan mudah begini saja kalian bisa salah?”. Murid-murid saling berpandangan, tersenyum kecil, lantas menjawab, “karena kami ingin menjadi Gubernur Bank Indonesia, Pak Guru!”. Guru tidak bisa menerima jawaban murid-muridnya, “coba pikirkan lagi, berapa kali lipat kerugian yang harus kalian alami akibat salah hitung ini”. Bukannya takzim mendengarkan, murid-murid malah nyengir, “karena salah hitung itu mungkin kami bisa jadi wakil presiden Pak Guru”.

Guru-guru mengadakan rapat darurat. Keganjilan ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Solusi harus didapatkan, anarki ini mesti diakhiri. Ada upaya menyibukkan murid-murid dengan sepakbola. Tetapi mereka yang gemar bermain bola ini bukannya giat berlatih malah sibuk membikin koperasi. Pada saat guru olahraga memarahi mereka, enak saja mereka menjawab, “tenang Pak Guru. Kami ini tidak ingin jadi pemain bola, kami ingin jadi Ketua PSSI. Tidak perlu pintar bermain bola, cukup pintar berniaga lewat koperasi”. Karena guru-guru kebingungan murid-murid semakin menjadi-jadi. Mereka tidak mau belajar, menolak guru masuk kelas dan mengenal kata mogok. Guru mengumpulkan mereka di lapangan, di tengah terik mentari siang mereka berteriak garang, “kami jadi korban politik”.

Guru mendesak kepala sekolah untuk mengambil keputusan. Tetapi kepala sekolah tidak ingin namanya tercela di depan orang tua siswa. Guru terus mendesak, kepala sekolah hilang kesabaran. Lantang dia berteriak di ruang rapat, “jangan memaksa saya untuk melakukan tindakan di luar kewenangan saya”. Hening seketika, tetapi murid-murid yang mengintip rapat guru sibuk berbisik, “mungkin kepala sekolah ingin jadi presiden
salama'


--
drusle'
http://daengrusle. wordpress. com

jembatan emas

Jembatan Emas

Dalam sidang BPUPKI tentang Dasar Negara Indonesia, 1 Juni 1945, Soekarno dengan berapi-api menyatakan:

“Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek economische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! …Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan, kurang pakaian, menciptakan dunia baru yang di dalamnya ada keadilan… Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya…”

“…Jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Panca Sila yang saya usulkan itu menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang luas dan sempurna – janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya , ialah perjoangan, perjoangan, dan sekali lagi perjoangan!

Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia Merdeka itu, perjoangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan terus… Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil risiko – tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya… Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka – merdeka atau mati!” (Tepuk tangan riuh).

*

Soekarno, sang pemimpin besar, sudah pergi untuk selamanya. Panca Sila yang dipersembahkannya untuk dijadikan sebagai fundamen negara-bangsa ini, setelah dimanipulasi, lalu disakralkan, belakangan mulai dilupakan pula. Kemerdekaan yang diproklamirkannya pada 17 Agustus 1945, dan selalu kita peringati dengan keharuan mendalam dan hati pilu, karena sang “jembatan emas” ternyata tidak mengantarkan bangsa ini ke arah yang dicita-citakan: keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita tidak bisa menjadi “satu nationaliteit yang merdeka,” yang “hidup sebagai anggota dunia yang merdeka yang penuh dengan perikemanusiaan.” Kita hanya menjadi bangsa yang bobrok dan menjadi pariah di mata dunia.

*

Kemerdekaan Indonesia, gagal menjadi momentum bagi sebuah hijrah yang fundamental. Padahal, jika hijrah tidak terjadi, maka “Islam” pun tidak menjadi. Dulu pun, dalam pidatonya itu, Soekarno sudah menyindir: “Kita berkata, 90 persen daripada kita beragama Islam, tetapi lihatlah di dalam sidang ini, berapa persen yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah suatu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat!”

*
Menurut Ali Syariati, dalam bukunya Rasulullah Saw, sejak Hijrah hingga Wafat (1989), “Hijrah tidak terbatas artinya pada meninggalkan tempat tumpah-darah, tetapi juga mencakup hijrah untuk meninggalkan sesuatu yang melekat pada diri sendiri… Untuk bergerak di luar dan melakukan revolusi dari dalam dirinya, untuk melindungi mereka dari kemerosotan dan kejumudan, kemudian mendorongnya untuk selamanya bergerak, dinamis, dan revolusioner.”

“Hijrah adalah hendaknya Anda meninggalkan perbuatan keji baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, mendirikan solat, menunaikan zakat…” (Hadits).

*

Mantan PM Malaysia Mahathir Muhammad, yang dijuluki sebagai “Soekarno Kecil,” konon memberikan nasehat kepada kita: Indonesia membutuhkan tidak hanya satu, melainkan ratusan pemimpin yang tidak mementingkan diri sendiri!